Puisi-puisi Timotius Marten
○ Surat dari Ibu
Kepada anakku sayang
Jauh kau mengembara di padang datar
Sedangkan sore sebentar lagi menjemput malam
Tanah-tanah kita tiada berhumus, sayang!
Kepada anakku sayang,
Pintu gubuk kita masih terbuka, menanti datang ananda sayang
Bila malam menyambut raga
Pelabuhan abadi bukanlah yang malang!
Bila siang terlalu terik
Dan dunia terlalu pelik untuk ditelisik
Nyalakan selidah api
Biar dunia tahu kita sedang menata langit-langit imaji
Dan ibunda terus berdesah keluh: ananda, ibumu tak lagi seperti saat pagi
Kepada ananda tersayang
Benang-benang kusut ini kurenda kembali
Menenun senyum yang tak lagi mekar seperti saat pagi sebelum matahari menuntun mereka yang pergi
Kepada ananda sayang,
Bila malam tak lagi dilawan pagi
Songke abadi ‘kan jadi pencerita:
tentang tanah kita yang berdebu ribuan kepentingan
Kepada anakku sayang,
Bila padang ilalang mengusir pulang
Ibunda merengkuhmu sampai “mbaru niang”
Lalu kita berkisah tentang pagi dan siang sebelum berpulang
#Jpr, 7420
○ Kepada Ibunda
Kepada ibunda,
Ananda berkelana ke sudut benua
Dari Golo Nosot kumendaki sampai ke langit-langit hati
Lalu mendekur jejak-jejak yang ditata sejak pagi
Tapi ilalang kerap menghadang, melintang dan menggerus raga yang terus merapuh
Kepada ibunda,
Tunggulah ananda yang sedang mendamba sang cinta
Lekas kembali ke Nucalale bila Manggarai sejauh mata kaki
Kepada ibunda tersayang,
Bila ayahanda tak lagi ke ladang
Dan ananda tak kunjung pulang
Lalu dunia kita jadi berbeda
Biarlah kata yang berdendang riang hingga daun-daun kembali merindang
Di bubungan gubuk kita
Bila langit ‘kan kembali menyatu
Entah menyatakan yang fana jadi baka
Bolehlah mazmur pujian diiringi gong gendang dan juk,
saat bersama merapal “wada dan kerenda” di “lodok”